Protected by Copyscape

Selasa, 24 November 2020

PJJ MENYENANGKAN

 Juru Tani adalah Guru

Penulis : Ni Kadek Dwi Aryani, S.Pd.



PJJ (Pembelajaran Jarak jauh) itulah istilah dalam pembelajaran masa pandemi saat ini. Kelihatannya mudah tapi sesungguhnya itu sangat sulit. Mengajar tanpa bertemu langsung dengan siswa, tehalang oleh jarak, memerlukan sebuah keterampilan guru dalam menggunakan teknologi itulah modal utama yang harus dikuasai oleh guru. Teknologi menjadi peran utama sebagai jembatan penghubung anatara guru dan siswa.

PJJ adalah sebuah tantangan bagi saya dalam melaksanakan tugas saya sebagai seorang guru. PJJ ibarat sebuah petualangan baru yang di dalam perjalannya saya tempuh tahap demi tahap dan melewati berbagai rintangan agar sampai pada tujuan yang diinginkan. Dalam perjalanan saya harus belajar, berproses, berefleksi, serta mempersiapakan tenaga untuk terus mengalir meskipun tak selamanya yang saya lakukan selalu sesuai dengan keinginan saya. 

Awalnya ketika pertama kali melaksanakan PJJ saya benar-benar sulit untuk melaksanakannya, saat itu saya hanya mengenal aplikasi WA (WhatsApp). Saya membentuk grup WA di masing-masing kelas agar memudahkan saya untuk selalu melakukan komunikasi dengan siswa. Segala bentuk pembelajaran saya lakukan melalui WA Grup. Rasa percaya diri yang begitu besar pada diri saya bahwa hal ini akan menjadi menyenangkan dan memberikan pengalaman baru bagi siswa. Segala bentuk pesan tulis, pesan suara, dan tugas yang saya jejali kepada siswa agar tercapai perlajaran hari itu. 

Pada akhirnya, rasa jenuh dan rasa bosan timbul pada diri mereka. Saya menyadari bahwa pembelajaran saat itu tidak bisa berjalan dengan efektif. Ketika melihat nilai dan kehadiran siswa yang begitu merosot dari biasanya, perasaaan kecewa tentu sangat besar, harapan tak sesuai dengan ekspektasi saya. Saya mengira pembelajaran akan menyenangkan bagi mereka tetapi justru diluar dugaan saya, ternyata saya keliru. Hanya 2-5 orang dari 30 siswa di kelas yang benar-benar mengikuti pelajaran dan mengumpulkan tugas melalui WA sisanya 25 siswa hanya datang sekedar absen kemudian hilang. Lalu, apa yang harus saya lakukan agar ke 30 siswa itu mau mengikuti pelajaran saya sampai berahir? Saya sadar dalam situasi seperti ini, saya tak bisa menuntut banyak kepada mereka.

Dititik itulah saya mulai berpikir bagaimana saya bisa melaksanakan PJJ dengan menyenangkan dalam kurun waktu yang begitu lama? Sebuah permasalahan yang harus saya pecahkan sebagai seorang pendidik. Hal ini tak hanya saya saja yang merasakan tetapi hampir semua teman-teman saya juga mengalami hal yang sama. Kegalauan yang begitu lama yang selalu menghantui pikiran saya. Saya mulai berbenah diri, menata hati dan belajar memahami mereka ketika belajar online. Menata hati untuk selalu iklas bahwa segala sesuatu tak harus ideal dan sempurna. Keberhasilan tak bisa diukur dengan angka tetapi bagaimana kita mampu memahami dunia mereka pada masa pendemi. 

Mentri pendidikan selalu menggaungkan merdeka belajar, itulah yang saya jadikan modal dalam melaksanakan PJJ ini. Sedikit-demi sedikit saya mulai mecancang PJJ agar lebih menyenangkan dari seblumnya. Lagi pula dalam situasi saat ini guru tidak dituntut untuk menuntaskan kurikulum yang ada tetapi bagaimana kita bisa melaksanakan prosesnya. Saya hanya berpikir bagaiamana anak bisa mencapai tujuan pembelajaran dan bagaiamana keinginan siswa saat belajar daring. Saya berusaha memahami karakter-karakter siswa, dalam masa pandemi seperti ini sangat sulit memahami mereka apalagi saya tidak pernah bertemu atau bertatap muka langsung dengan mereka. 


Setelah saya mengikuti program guru belajar masa pandemi covid 19, saya baru menyadari bahwa selama ini yang saya lakukan selama PJJ tidak membuat mereka merdeka belajar tetapi membenani pikiran siswa. Saya dulu sering menjejali mereka dengan tugas dan tugas tanpa pernah menghiraukan bagaimana mereka. Selalu mengabaikan mereka yang belum mampu memahami inti sari dari pelajaran itu. Menuntut mereka agar menuntaskan pelajaran dan tugas dalam kurun waktu tertentu. Saya tidak pernah mengecek kesiapan mereka dalam mengikuti pelajaran daring padahal hal ini sangat penting dilakukan oleh setiap guru untuk mengetahui kondisi awal siswanya. Hal yang terpenting yang saya abaikan yaitu menanamkan nilai karakter dalam jiwa sang anak. Inilah yang menjadi titik kelemahan dalam diri saya sebagai seorang pendidik.

Belajar sebagai aktivitas anak yang bebas dan merdeka karena setiap anak memilki karakteristik yang istimewa. Guru hanya menciptakan lingkungan belajar yang dapat membuat anak mengeksplorasi diri secara  mandiri dan bebas. Guru tidak dapat memaksakan anak untuk memperoleh hasil yang sama antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Karena dengan kebebasan inilah akan memunculkan kreativitas dan potensi diri anak. Kita tidak hanya memerdekakan mereka tetapi juga membuat mereka bernilai dan berbudaya. 

Saya mulai mencoba mengubah cara belajar yang biasanya melalui WA, kemudian saya terkadang membuat jadwal tatap muka memalui online lewat Zoom Meetings. Saya begitu yakin hal ini akan dapat memeberikan sedikit perubahan, menyapa mereka melalui online dan menanyakan kesiapan mereka untuk belajar. Mendengarkan keluh kesah mereka selama ini dan menjadi teman curhat mereka ketika tatap muka pada Zoom Meetings. Sedikit demi sedikit saya mulai masuk, berbaur dan ikut hanyut dalam cerita mereka walaupun secara online. Secara tidak langsung saya telah mampu menyisipkan materi-materi pelajaran sehingga mereka tidak menyari bahwa apa yang saya berikan adalah sebuah pelajaran. Pelajaran tidak hanya tentang materi hafalan tetapi bagaimana pelajaran itu bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Setiap hari saya selalu berpikir apa yang harus saya berikan besok untuk anak-anak? Selalu merancang sebuah pembelajaran yang menyenangkan, mulai menggunakan aplikasi yang dinginkan oleh anak-anak sehingga saya selalu bisa mengontrol kehadiran mereka setiap hari. Selalu mengingaktkan mereka untuk membuat tugas, istirahat, makan dan selalu mengingatkan agar mereka menjaga kondisi masing-masing. Anak terkadang membutuhkan perhatian dari gurunya.  Siapapun yang diberikan perhatian akan muncul rasa senang dan merasakan bahwa dia bernilai dimata kita. Tetapi perhatian yang kita berikan jangan sampai berlebihan dan justru membuat mereka menjadi siswa yang manja.

Saya selalu memadukan aplikasi pembelajaran yang tidak hanya terpaku pada satu media atau aplikasi pembelajaran tertentu. Salah satunya dengan Zoom meetings, Google Classroom, Melajah.id, WhatsApp, Schoology serta media-media lainnya yang mendukung pembelajaran. Dengan cara itu siswa merasa memiliki sebuah pilihan dan cara untuk selalu bisa ikut belajar dan tidak ada alasan untuk mereka tidak ikut kecuali siswa yang sakit. Saya selalu memberikan bimbingan bagi siswa yang tak mampu menggunakan aplikasi pembelajaran, mendatangkan ke sekolah atau melakukan kunjungan ke rumah siswa bersama guru BK agar mereka benar suskses menggunakan teknologi dan media pembelajaran.

Masa pandemi saya tak bisa banyak melakukan hal, hanya bisa menciptakan rasa nyaman bagi siswa saya sendiri. Dengan rasa nayaman otomatis pembelajaran PJJ akan lebih menyenagkan dan lebih bermakna bagi mereka. Mendukung dan memotivasi kegiatanya yang mereka lakukan selama apa yang mereka lakukan positif dan memiliki nilai bekmana bagi mereka.

Seorang anak memiliki gelagat, bakat, dan talenta yang di bawanya sejak lahir dari sang pencipta, sebagai seorang guru kita harus bisa menuntunnya untuk selamat lahir batin, dan merdeka lahir batin. Biarkanlah mereka berkeativiatas dengan mandiri sesuai dengan keinginannya. Jangan pernah menyalahkan atau pun memojokkan siswa dalam kesalahan apapun. Tuntunlah mereka dengan cara yang halus dan sesuai dengan kondisi yang situasi siswa itu sendiri. 

Memberikan pujian merupakan salah satu hal yang sangat diinginkan siswa, walapun sebagai seorang guru kita tau jawaban mereka salah tetapi sebisa mungkin saya selalu memberikan pujian positif pada setiap anak agar tidak mematikan rasa percaya diri anak tersebut. Dalam masa pandemi seperti ini memang sulit untuk menciptakan belajar yang efektif tetapi kembali pada kemauan dari seorang guru masing-masing dan tergantung dari cara kita memvariasikan belajar agar lebih menyenangkan. Saya selalu bertanya apa yang diinginkan mereka saat itu, terkadang ini menjadi salah satu poin agar pembelajaran kita selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Pemberian tugas yang menumpuk yang membuat rasa bosan kepada siswa mulai saya kurangi. Saya selalu mevariasikan setiap tugas yang saya berikan kepada anak, misalnya dalam bentuk video, voice note, berpendapat, mengomentari apa yang mereka lihat dan baca dan lain sebgainya. Tidak hanya sekedar memberikan sebuah teori ataupun terpatok pada sebuat teori dan tuntutan kurikulum. Sesekali saya menampilkan sebuah video pembelajaran yang saya buat, ataupun video-video pendidikan lainnya yang bisa memberikan nilai positif bagi anak. Anak terkadang lebih segan menonton video jika yang mereka lihat dalam video belajar itu adalah gurunya sendiri.  



Menjadi guru sejatinya tak hanya sekadar  menciptakan rasa senang dan rasa paham belajar kepada anak. Guru itu pekerjaan mulia yang mempunyai tugas memberikan nilai dan kebermaknaan pada setiap pribadi anak. Sebagai seorang guru kita harus mampu menjalankan bakti kita kepada anak bangsa. 

Menjadi seorang guru ibarat menjadi seorang petani. Tugas beliau adalah merawat berbagai jenis tanaman yang mereka tanam. Menebarkan rabuk setiap harinya, menjaga setiap harinya, membersihkan dari hama yang menggangu, mengairi tanaman setiap harinya, mencabuti rumput liar hingga membiarkan tanamannya tumbuh subur dan membuahkan hasil sesuai kodratnya. Sehingga akan tercipta suasana yang menyenangkan dan menyejukkan kepada para penikmatnya. Seorang petani sejatinya adalah seorang guru yang bisa menciptakan rasa kemerdekaan pada setiap anak didiknya. Kelihatnnya sederhana tapi sarat akan filosifi mendidik. Mebersihkan hama dan mencabuti rumput liar berarti membiarkan anak tumbuh menjadi kodratnya dengan menghilangkan nilai negatif dan hal buruk disekitar anak. 



Itulah sedikit perubahan yang saya lakukan dalam pebelajaran PPJ agar menjadi menyenangkan, menjadi seorang juru tani, yaitu mencabuti rumput liar yang ada disekitarnya dan mebersihkan hama yang menggangu. Membuat pembelajaran yang bisa mengajak anak untuk bermain, bernyanyi, bereksperimen, berpetualang dan menciptakan pelajaran yang kaya akan budi pekerti. Menumbuhkan kreativitas anak untuk menghasilkan karya yang berinovasi. Meskipun tampaknya masih sangat abstrak, tetapi apapun materinya kelak jika konsep-konsep ini diintegrasikan dengan baik dan penuh dengan kebermaknaan maka akan menjadi sebuah nilai positif untuk anak dan nyata bagi jiwa setiap anak. Mengerti akan dunia mereka dan memahami setiap anak, kerena setiap anak memilki karakteristik dan kemampuan yang berbeda. Jadilah guru yang kreatif dan aktif sehingga tercipta suasana kelas yang aktif dan menyenangkan pula.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best) “Bob Talbert”

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimp...