Protected by Copyscape

Sabtu, 30 Mei 2020

cerita Insiprasi

CATATAN KECIL SANG PENULIS

 

Manusia tak pernah luput dari sebuah masalah kehidupan. Setiap saat masalah selalu datang menghantui setiap orang. Namun, banyak dari mereka tak mampu menghadapi setiap cobaan yang datang menimpa.

Lewat sebuah cerita dari kami yang akan memberikan sebuah gambaran dalam menghadapi setiap cobaan yang datang dan memberikan solusi dalam setiap masalah sehingga pemikirin setiap manusia menajdi terbuka dalam mengahdapi segala rintangan.

Sebuah cerita yang lahir dari sebuah inspirasi sang penulis untuk memberikan sebuah dorongan dan motivasi bagi para pembacanya.

Cerita ini mengambil sebuah tema pendidikan dan kehidupan yang begitu melekat dengan kehidupan dan sebuah masalah yang dihadapi manusia.

Diangkat dari sebuah benda-benda nyata dan alam sekitar sebagai pembanding dalam kehidupan manusia.

Sehingga terlahir sebuah goseran-goresan tinta hitam bermakna “Cerita Inspiratif” yang nantinya dapat memberikan sebuah dorongan, motivasi serta nilai-nilai penting yang layak dikejar bagi para pembacanya.


yuk simak cerita di bawah ini...!!

BELAJAR DARI PENSIL

Oleh : Ni Kadek Dwi Aryani

 

Seorang anak menangis saat perjalanan pulang dari sekolah. Anak ini merasa menjadi siswa yang sangat bodoh dan tidak mampu mengikuti pelajaran apapun, terutama pada pelajaran matematika dan bahasa inggris. Dia begitu lemah dalam pelajaran tersebut. Saat itu ayahnya sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi. Anak itu pun menghampiri ayahnya dan duduk di samping ayahnya.

“Nak, kenapa kamu menangis?” tanya ayah dengan bingung. “Ayah, aku tu merasa jadi siswa paling bodoh rasanya, aku udah berusaha belajar matematika dan bahasa inggris tetapi gagal terus, temen ku selalu aja mengejekku, ini lah itu lah. Rasanya aku itu gagal menjadi orang yang pintar”, jawabnya sambil manangis.

“Nak, apa kamu sudah berusaha sebelumnya untuk belajar?” tanya ayah kembali sembari meminum kopinya. “Ya sudahlah yah, aku tu udah berusaha semaksimal mungkin tapi tetep aja aku tidak bisa.” Jawab anak tersbut. “Anakku sayang, itu namanya sebuah proses, yang namanya prose situ butuh waktu yang lama, tidak ada yang instan, terkadang proses situ bisa saja menyakitkan, tidak ada proses yang berjalan mulus begitu saja,” jawab ayahnya lagi.

Anaknya hanya terdiam sambil melanjutkan tangisnya karena tidak paham dengan maksud ayahnya tersebut. “Nak, kamu punya pensil?” tanya ayahnya. Anaknya pun mengambilkan sebuah pensil pada tas gendongnya. “Tapi untuk apa pensil ini Ayah?” tanya anak tersebut dengan bingung.

“Nak, coba lihat kamu tahu pensil ini?” tanya ayahnya. “Maksudnya apa ayah” jawab anak itu dengan semakin bingung. “Nah sekarang kamu punya serutan?” tanya ayahnya kembali. Anaknya kembali mengambilkan serutan dari dalam tasnya. “Untuk apa semua ini ayah?” tanya anaknya yang semakin bingung. “Sebentar nak, kamu lihat aja apa yang ayah lakukan!” jawab ayahnya kembali.

Anak itu hanya memerhatikan ayahnya yang sedang memperuncing pensil itu dengan serutan tadi. “Nih, tau maksudnya ini nak?” tanya ayahnya kembali. “Apaan itu yah, itu kan pensilku, apa hubunganya pensil ku dengan belajar matematika dan bahasa inggris?” jawab  anak itu dengan nada bingung. Ayahnya hanya tersenyum melihat anaknya yang semakin bingung.

“Nak, ketahuilah pensil ini sebelumnya tumpul, untuk melukis atau menggabar dengan hasil yang baik pensil ini perlu diruncingkan,” jawab ayahnya. “Maksudnya gimana ayah?” tanya anaknya kembali. “Jadi begini nak, saat di runcingkan, pensil ini mengalami yang namanya sebuah proses, proses yang menyakitkan, yang melukai pensil ini sendiri sampai akhirnya pensil ini menjadi runcing dan siap untuk digunakan.” Jawab ayahnya. Anaknya hanya terdiam dan berhenti dari tangisannya.

“Nak, kamu itu ibarat seperti pensil ini, untuk menjadi sukses kamu harus mengalami proses yang menyakitkan, yang membuat kamu terluka, yang membuat kamu jatuh bahkan dilecehkan, itu semua sebuah proses, nak. Tapi ini semua adalah proses yang lazim.” Jawab ayahnya. “Tapi ayah…” ayahnya memotong pembincaraan anaknya. “Nak, di dunia ini tidak ada yang instan, semua butuh proses nak dan kamu harus menyadari hal itu.” Jelas ayahnya. Anaknya hanya terdiam mencoba meresapi perkataan ayahnya.

“Nak, asah terus kemampuan kamu, sampai kamu menjadi ahlinya, walapun itu harus kamu lewati melaui proses yang menyakitkan. Ayah yakin jika kamu mampu melewati proses itu, kamu akan bisa menjadi orang yang sukses dan berhasil. Mungkin itu adalah sebuah jalan yang kamu tempuh untuk menggapai semua kesuksesan kamu nak.” Terang ayahnya kembali.

“Oh jadi begitu ya ayah?”  tanya anaknya kembali. “Iya nak, kamu harus bisa, kamu paham maksud ayah?” tanya ayahnya. “Iya ayah aku mengerti.” Jawab anaknya kembali.

“Anakku sayang, pensil itu yang terpenting adalah dalamnya, isi pensil itu sendiri. Percuma pensil bagus tapi dalamnya jelek. Seperti manusia, Nak, jangan menilai orang dari luarnya,  belum tentu luaranya sama dengan dalamnya, begitu sebaliknya. Nak, percayalah, ayah yakin kamu adalah sebuah pensil yang arangnya baik.” Jelas ayah sambil meyakinkan anaknya. Anaknya hanya terdiam sambil mengangguk memahami setiap ucapan ayahnya.

“Ayah, terimaksih ya, aku jadi semangat untuk terus belajar dan belajar agar aku menjadi orang yang sukses” kata anak tersebut dengan penuh semangat dan keyakinan.

Segala sesuatu harus mengalami yang namanya sebuah proses yang panjang dan menyakitkan. Apabila kita mampu melewati hal tersebut niscaya aka nada sesuatu yang indah di balik sebuah proses tersebut. Bersabaralah dan semangatlah menjalani semua proses tersebut karena tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini. Gagal adalah awal dari sebuah kesuksesan, bangkit dan bangkitlah demi sebuah kesuksesan.

 

 Garam dan Telaga

 

Rudi menceritakan pengalaman pahit dalam hidupnya. Dia merasa hidupnya terlalu pahit dibandingkanorang-orang yang berada di sekitarnya. Kemudian temannya mengambil segelas air yang berisi garam. “Udah, nih minum dulu biar hatimu adem.”

Rudi memimun air tesebut kemudian menyemburkan air itu. “Loh, kok asin begini?” temannyan pun menjawab “Aku sengaja ngasi garem di gelasnya tadi.”

“Apa-apan ini?”

“Udah jangan banyak mengeluh, hidup memang terkadang pahit dan ada kalanya kita gagal. Kamu ikut aku sekarang, ada yang mau aku tunjukin. Semoga ini bermanfaat bagi kamu.”

Temannya mengajak Rudi ke sebuah telaga dan di sana temannya menaburkan segenggam garam pada telaga tersebut. “Itu apaan yang kamu tabur tadi?”

“Itu garam yang sama, yang aku kasi dalam gelas tadi” kata temennya sambil tersenyum. Rudi pun kebingungan untuk apa gelas dan garam itu. Temannya tersebut menyuruh Rudi untuk merasakan air yang ada ditelaga itu setelah ia menaburkan garam. “Rasanya tawar.” Sambil kebingungan. “Kalau air yang di gelas tadi rsanya bagaimana?” tanya temannya kembali. “Rasanya asin.” Jawab Rudi. “Nah, sekarang apa kamu merasakan garam ditelaga ini?” tanyanya lagi sambil tersenyum. “Enggak.” Jawab rudi denga muka yang benar benar bingung. Kemudian temannya mengajaknya untuk kembali ke tempat semula. Kemudian temannya tersebut menjelaskan apa maksud garam dan telag tersbeut.

“Begini kawan, pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tidak kirang dan tidak lebih. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama dan memang akan tetap sama. Tapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalm hidup hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Jangan jadikan hatimu seperti gelas buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu.” Rud pun merenungi kata-kata temannya tersebut.


Keajaiban Doraemon

Oleh : Anak Agung Indah Swandewi

 

Wira adalah anak laki-laki yang nakal. Dia sering membuat teman-temannya menangis karena ulahnya. Dia selalu bersikap jail dan jahat. Selain itu jika wira menolong seseorang, dia harus mendapatkan imbalan baik berupa uang maupun pujian. Hal ini membuat teman-temannya menjauhi dan tidak mau bermain dengan wira.

Suatu hari ketika wira sedang duduk di halaman rumahnya, tiba-tiba kakak perempuan wira yang bernama dewi datang. Dewi duduk di samping wira. Wira hanya menoleh sebentar lalu kembali memalingkan wajahnya dari dewi. "Kenapa kamu tidak pergi bermain bersama teman-temanmu?" Tanya dewi. "Mau bermain dengan siapa? Semua temanku tidak ada yang mau bermain bersamaku", jawab wira. "Kenapa begitu? Apa yang kamu lakukan hingga mereka menjauhimu?" Tanya dewi lagi. Wira terdiam. Kemudian dia menjawab, "Aku tidak melakukan apa-apa. Mereka saja yang terlalu cengeng. Aku hanya bercanda tetapi mereka malah menangis." Dewi menghela nafas panjang. "Wira, teman-temanmu tidak akan menangis jika kamu tidak menyakiti perasaan mereka. Harusnya jika kamu ingin bercanda, bercanda lah sewajarnya", ucap dewi. "Oh iya, kakak dengar katanya kamu sering menolong orang dengan pamrih, apa itu benar?" Tanya dewi pada wira. Dengan spontan wira menjawab, " iya memangnya kenapa? Bukankah orang yang sudah menolong orang lain wajib mendapatkan imbalan?" Dewi menggeleng pelan mendengar jawaban adiknya.

"Wira, pernahkan kamu menonton kartun doraemon?" Tanya dewi. "Tentu saja pernah, bahkan setiap hari minggu aku menontonnya", jawab wira. "Sekarang coba perhatikan sifat doraemon, menurutmu bagaimana sifatnya?" Tanya dewi lagi. "Menurutku, doraemon itu penuh dengan keajaiban. Dia selalu menciptakan sesuatu yang baru dan berguna bagi banyak orang. Selain itu, doraemon juga selalu menolong orang lain tanpa pamrih. Karena hal itulah doraemon memiliki banyak teman", jawab wira lantang. Dewi tersenyum mendengar jawaban adiknya. "Sama seperti dirimu wira. Jika kamu ingin memiliki banyak teman, maka kamu harus berbuat baik kepada siapa saja tanpa pamrih, buat temanmu tertawa bukan menangis, dan buat lah suatu keajaiban agar teman-temanmu betah bermain bersamamu.  Dengan begitu kamu tidak akan kesepian lagi", jelas dewi. Mendengar hal itu wira menjadi sadar ternyata selama ini sikapnya yang membuat dia tidak memiiki teman.

Sejak saat itu wira pun merubah sikapnya. Dia selalu bersikap baik kepada siapa saja dan mulai menolong banyak orang tanpa pamrih. Wira juga mulai membuat keajaiban dengan menciptakan berbagai permainan dan suasana yang menyenangkan layaknya doraemon yang selalu menciptakan hal baru yang bermanfaat. Kini wira mampu membuat teman-temannya tersenyum dan tertawa. Dia pun memiliki banyak teman dan tidak kesepian lagi.

 

 

 NAhhh... demikian tuh, semoga cerita ini dapat menginspirasimu ya...!

 

 

 

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best) “Bob Talbert”

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimp...