Protected by Copyscape

Sabtu, 30 Mei 2020

CERPEN


Tak Semanis Madu

Bagian 1

Ini adalah kisah cinta di masa lampau... cinta yang tak sempat terucapkan padanya... 

"Meira jangan menangis,  kamu harus semangat nak! "
"Meira,  sudahlah...kamu tidak boleh putus asa,  kamu harus semangat nak, ini namanya ujian nak,  sudahlah! "

kata-kata ibu yang selalu memberiku semangat.  Bagaimana tidak bersedih?  aku telah gagal masuk sekolah Negeri yang aku idolakan.  Aku kecewa dengan nilaiku yang diluar dugaan.  Dewi fortuna tak berpihak padaku.  Andre temanku yang memiliki kemampuan jauh dibandingkan aku,  nilainya sangat memuaskan! Aku bener-benar tidak terima dengan kenyataan itu!

***


Hari ini Ayahku mengantarkan aku untuk bersekolah disalah satu SMA swasta di Kotaku. Aku terpaksa harus bersekolah di sini daripada aku di berhentikan sekolah oleh orang tuaku.  
hhhm... benar-benar tidak menyenangkan! 

----------

"hay... kenalin,  aku Prita,  kamu siapa? " gadis berparasa cantik tapi sederhana menghampiriku dan menyodorkan tangan padaku. 
"oh iya,  aku Meira" 
ternyata masih ada orang yang baik seperti Prita yang mau menjadi sahabatku.

"Besok kita mulai MOS ya?  pokoknya kita harus semangat ya,  Meira"

"Hah...  gimana mau semangat, sekolah disini aja aku terpaksa, tapi tak ada pilihan lain"

"Halah..  ini mah biasa,  nanti aku yakin kamu bakalan seneng sekolah di sini! "

***

Hari pertama MOS....
Aku bener-bener tidak menikmati hari itu.  sungguh membosankan bagiku.  Selama MOS berlangsung pikiranku melayang-layang.  Aku berpikir bagaimana jika nanti teman-temanku tau aku sekolah di sini,  mekera pasti akan menertawakanku.  Aku terbilang pintar di kelas namun dikalahkan oleh Andre Temanku yang bodoh!  
Bagaimapun Prita menghiburkan aku tetap saja aku merasakan bosan.

Gubrak....

Tiba-tiba seorang lelaki jatuh di hadapanku,  tapi itu tak sedikit pun mengalihkan lamunanku!  
"Bantuin gue gong!!  eeh lu kok diem doang!" tiba-tiba dia menarik tanganku

"ehh sombong sekali kamu" 
"kenalin dong namaku Surya Pratama Harizmawan, cukup panggil aku Surya"

siapa yang tidak kesel,  setelah dia mengatakan aku sombong tiba-tiba minta kenalan. 

"Meira,  kamu kenapa sih?  itu lo kasian tangan orang kamu diemin dari tadi"

"eh iya...maaf, aku mau ke kantin dulu deh.  ayo Prita,  ikut aku! "

"kamu itu gimana sih,  ada cowok seganteng Surya kamu cuekin? ya Tuhan...  please dehh Meira! "

"Apaan sih...cowok sok kenal sok dekat gitu kamu puji-puji"

***


Hari kedua MOS... 
Aku harus kembali bertemu dengan Surya cowok ngeselin dan SKSD.  Emang sih kalau masalah tampang,  Surya ini gak jelek-jelek amat,  penampilannya keren. Tapi sangat menyebalkan.

"Meira,  selamat pagi, kamu cantik banget deh hari ini"
"Apaan sih,  pengen aku tabok aja,  tau rasa lu"
"Halaahh...  jangan begitu Meira,  apa salahnya sih aku tu jadi temenmu? "

tiba-tiba seorang lelaki lewat di depanku, dia menatapku tajam,  hatiku berdebar,  rasanya jantung ini mau copot!  semakin mendekat... dan semakin mendekat,  aku pikir dia akan menghampiriku,  tapi ternyata dia memanggil Surya yang ngeselin. 

"Dari tadi lu gua cariin,  ternyta lo di sini, ngapain lo di sini,  acara udah mau mulai tuh! "

"eh Don,  kenalin nih temen baru gue,  Meira"

Jantungku semakin berdebar kencang, tangannya begitu halus  dan suaranya begitu lembut dengan mengatakan Doni Diputra.  Aku gugup, tak pernah aku merasakan hal seperti ini sebulumnya, mungkin ini yang namanya cinta pada pandangan pertama.

***


Hari ketiga MOS... 
"Meira,  kamu tumben semangat banget hari ini ke sekolah?  waahh..  ada apaan ini?"

"Kan kamu bilang aku harus semangat sekolah,  kamu ini gimana sih, diem salah,  trus udah berubah juga salah"

"iyaa deh iya...  yuk cepetan, acara udah mau mulai"

-----------

Mataku melihat sekeliling,  berharap hari ini aku bertemu Doni.  
"Meira,  aku boleh duduk di sini? " aku mendengar suara itu,  dan sumpaaah... aku tidak bisa berkata apa-apa,  mulutku terasa terkunci.

"ehh..  hhmm iii...iiya..  boo.. booo.. boleh"
"Santai dong Meira, jangan gugup gitu ah"
"iya Don"
"Kok kamu sendirian aja,  temenmu mana? "
"Prita?  oh tadi sih dia sama aku,  gak tau deh dia kemana,  mungkin lagi sibuk tuh tebar pesona sama yang lain"
"Ya udah biar aku yang temenin kamu di sini"

---------

"Yaelah Meira,  kamu berduaan aja sama Doni"
"Kamu kemana aja sih,  kebiasaan deh kamu ninggalin aku terus"
"Aahh kamu kayak gak tau aku aja,  hehehe"
"Dasar kamu"
"ehh Meira,  kantin yuk? aku traktir deh, Prita kamu boleh ikut kok."
"Bener ya kamu traktir aku...  kalo gini terus mah aku seneng nih,,  ayo ahh buruan! "

***


Hari terahir MOS... 
Aku bener-bener semangat untuk ke sekolah,  kenapa tidak? Doni adalah alasannya.  Hari ini adalah pembagian kelas,  dan ternyata kami berempat sekelas.  Rasa seneng,  bahagia campur aduk jadi satu,  karna aku akan selalu bisa deket dengan Doni.

"Meira,  aku gak nyangka kita sekelas ya,aku seneng deh"
"Aku sih biasa aja"

sikapku yang selau jutek pada Surya,  tapi itu tak membuatnya menyerah untuk selalu berusaha mendekatiku. 

"Meira,  aku seneng deh bisa sekelas sama kamu,  jadi kita makin akrab nih"
"Iya Don,  aku juga"
"Semoga hari-hari kita menyenangkan ya"

Hari semakin berlalu,  hubunganku dengan Doni,  semakin hari semakin dekat.  Aku yang selalu baper dengan kata-katanya yang membuat aku melayang-layang. 

"Meira,  aku seneng deh, ternyata aku bisa mengenal gadis secantik kamu,  dan sebaik kamu"
"hhmm..  aku juga,  Don.  Hari-hariku sangat menyenangkan semenjak aku mengenalmu"
"Aku harap kita bisa selalu bersama ya" 
Doni memegang tanganku dan menatapku,  sumpah.. ini pertama kalinya aku disentuh oleh seorang lelaki. Aku tak berani menatapnya,  aka hanya menunduk,  rasa bahagia yang amat mendalam aku rasakan.  Hidupku penuh dengan warna,  Doni mampu meberikan goresan warna warni dalam hidupku.


*****


"Meira,  bengong aja kamu.  Doni mana?  Tumben gak sama kamu"
"Iidiih kebiasaan ya kamu,  pergi sana..  gangguin aja!"
"Meira, aku mau nanya deh sama kamu,  kamu suka ya smaa Doni? "
"Apaan sih kamu,  kepo deh"
"Lah,  bukan kepo aku sebagai temanmu,  Surya Pratama peduli sama kamu! eeh Meira,  kalo boleh nih aku saranin,  mendingan nih kamu jauhin tu Doni! 
"Halah...  bilang aja kamu gak suka kan liat aku deket Doni kan? "
" Bukan gitu Meira,  aku tuh...  ahh sudahlah, terserah kamu aja, nanti juga kamu sadar kok"

Hmmm... 
Doni tiba-tiba sudah di hadapanku! tiba-tiba suasana jadi hening.

"Wooiii...  kalian ngapain nih pada diem-dieman begini? "

tiba-tiba Prita datang.. 
"Eh Surya kamu ngapain gangguin mereka Berdua?  udahlah Sur,  kasilah mereka berduaan..  lu kayak gak pernha jatuh cinta ajah! "
"Udah aahh.. Ta,  temenin gue kantin yuk,  gue laper!"

Muka Surya terlihat begitu kesel hari itu,  dia meninggalkanku begitu saja dengan Doni. 
semenjak kejadian itu,  dia tidak pernah menggangguku lagi. Terkadang aku merasa kangen dengan ocehan dan kekonyolannya.  Sudah begitu lama ia tak pernah mengangguku. Sikap Surya mulai berubah kepadaku,  rasanya aneh saja,  dulu yang begitu sering mengejekku,  menggangguku dan kini tak ada lagi, anehh...

****


Hari-hari semakin berlalu, hingga akhirnya aku tau bahwa Doni tidak mencintaiku. Dia hanya menganggapku hanya sebagai sahabat dekat,  tidak lebih.  Doni ternyata telah memiliki seorang kekasih. 

"Doni...." panggilku dengan nada sedikit kecewa
"Ehh Meira,  kamu ngapain disini? ohh iya kenalin,  ini pacar aku,  Sintia."
"Halo,  aku Sintia pacarnya Doni"
"Aku Meira,  temen Doni,  dan ini temenku Prita"
" Ya udah deh Don aku ke sana dulu"

Hatiku bener-bener hancur.  Ternyata selama ini cintaku bertepuk sebelah tangan. Untuk apa selama ini dia mendekatiku kalau hanya untuk menyakiti hatiku? 
Prita sahabatku yang paling mengerti keadaanku berusaha untuk menenangkanku saat itu.

"Meira udahlah,  jangan menangis,  ini bukan untuk ditangisi,  lo harusnya bersyukur, lo jadi tau sekarang bahwa Doni bukanlah orang yang tepat buat lo,  masih banyak orang yang akan peduli sama kamu."
"Ta,  gimana aku gak sedih,  rasanya separuh jiwaku hilang,  warna yang begitu indah tiba berubah jadi abu-abu... sakit rasanya tau gak sih!!!"

semenjak kejadian itu,  aku mulai manjauhi Doni,  dan hal ini membuat Doni jadi bingung dengan sikapku.

"Hey...  kamu kenapa jauhin aku? "
"Kamu jahat,  kenapa kamu tidak pernah bilang padaku kalo kamu udah punya pacar? kamu jahaat Don,  kamu jaahaat!!!! "
"Meira,  maafkan aku,  jujur aku nyaman denganmu, bukan maksudku bohongin kamu. Aku takut ketika aku jujur aku kehilangan kamu,  aku gak mau, Ra.  Tapi aku juga gak mau menyakiti hati Sintia, makanya aku lebih baik diam, dan memilih untuk menyembunyikannya dari kamu"

Aku pergi meninggalkan Doni, dia mengejarku tapi aku mendorongnya dengan keras sehingga dia terjatuh.  
Hari-hariku kembali berubah,  seperti waktu pertama kali aku masuk sekolah.

"Hey... kok murung?  kamu pasti kangen ya sama aku?  hahahhaaa.... "
"Apaan sih lo Surya.. gangguin deh,,  gue tabok baru tau rasa lo! "
"Eiiit jangan galak-galak gitu dong.. Meira kamu tau gak bedanya kamu sama harimau?? "
"apa? "
"kalo harimau galaknya bisa membunuh orang tapi kalo kamu bisa menusuk hatiku.. hahahahaa"
"Apaan siih, Surya!!!!! "

----

Aku tau kalau surya suka sama aku, aku tau itu dari sahabatku Prita.  Tapi aku tidak bisa mencintainya,  aku menganggap dia hanya seorang sahabat tidak lebih.  Memang selama hubunganku renggang dengan Doni,  Suryalah orang yang selalu berusaha membuat aku tersenyum. Dia baik,  dia selalu ada untukku,  dengan ulahnya yang begitu konyol.

****


Tapi aku belum mencintainya,  aku masih menganggap Surya adalah sahabatku.  Disaat Surya sudah mulai bisa membuatku bahagia lagi, aku kembali dipertemukan dengan seorang lelaki,  yaitu kakak kelasku sendiri.  Dia adalah salah satu anggota OSIS yang aku tau selama ini sangat baik.  Kak Dinata,  pria tinggi dengan perawakan kurus,  beda dengan Surya yang sedikit gemuk. Dan aku kini dekat dengan Kak Dinata.

"Dik,  tau gak?  kakak dari pertama kali lihat kamu,  kakak udah suka sama kamu.  kamu itu beda dengan cewek lainnya"

"Ciiee kakak ngefans ya sama aku?  hahahhaa.. "
"Yaelaah kamu ini ada-ada aja Dik,  hahahaha"



Pertemuan Tak Terduga

Bagian 2

Sikap Surya kembali biasa saja ke aku, setelah dia tau aku dekat dengan Kak Dinata. Entah kenapa saat ini aku merindukannya. Hari-hariku terasa sepi ketika clotehan itu tak ada lagi. Apakah aku merindukan Surya???

"Dik, kamu kok bengong? hayooo mikirin apaan?? "
"eehh maaf kak, cuma mikirin tugas doang kok, aku baru inget kalo ada PR yang lupa aku kerjakan"
"Kamu yakin, Dik? "
"Iya kak, aku gak apa-apa kok! "

Hari silih berganti, tapi entah kenapa aku tidak merasakan kenyamanan pada Kak Dinata. Padahal ia selalu berusa membuatku bahagia. Aku tak bisa mencintai Kak Dinata, tapi aku merasa kasian kepadanya karna dia terlalu baik untukku. Aku terpaksa menerima cintanya karena rasa kasian. Di pikiranku hanyalah Surya dan Surya. Entah beberapa hari ini dia menghilang, tidak ada yang tau pasti keberadaanya.

"Sayang.."
kata itu menyadarkanku dari lamunanku. Aku melihat cinta yang tulus dari mata Kak Dinata. Tapi aku tak sanggup membohonginya semakin lama. Aku terperangkan dalam sebuah kata cinta. Walaupun aku berusaha sekuat tenagaku untuk mencintainya, aku tak mampu. Karena dipikiranku hanyalah Surya.

"Akhir-akhir ini kakak liat kamu diem-diem aja, kakak ada salah ya sama kamu? "
"Enggak kok kak, aku gak kenapa-kenapa. aku cuma mikir, kakak itu terlalu baik untuk Aku. Aku beruntung memiliki kakak. "

aku terpkasa harus berbohong pada Kak Dinata, aku tak sanggup jujur padanya. Semakin lama aku semakin tersiksa dengan keadaan ini.

"Kak, aku mau ngomong dong"
"Kenapa Meira sayang? "
tatapan itu penuh dengan harapan, aku semakin tidak tega padanya. Tapi aku harus jujur karna aku tidak mau membuatnya semakin terluka karenaku.

"Kak, maaf aku selama ini sudah bohong sama kakak, aku tau setelah ini kakak akan sangat marah padaku bahkan membenciku. Tapi semakin aku mencoba semakin aku tak sanggup kak"
"Kenapa sayang? Kakak semakim tidak paham maksudmu! "
"Maaf kak, hubungan kita cukup sampai di sini saja! Maaf kak! "
"tapi.... "
"Kak, aku tau kakak akan terluka, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Ini masalah hati dan perasaan dan hatiku telah memilih pria lain kak. "
"Aku gak tau harus bilang apa lagi ke kamu Dik, yang aku tau hatiku bener-bener hancur sekarang. "
"Aku yakin kakak akan menemukan wanita yang jauh lebih baik dari aku kak. Kakak terlalu baik untuk aku, aku tak sanggup bohongin kakak lama-lama"
"Aku ngerti dik, hati tak bisa dipaksakan. Aku berharap kamu bahagia dengan lelaki yang kamu cintai ya dik"

***


Setelah itu aku dan Kak Dinata masih tetap sebagai kakak adik. Aku kembali merasakan kebosanan yang luar biasa. Tidak ada semangat yang nampak di wajahku. 
"Lo galau mulu, gak asik ah! "
"ya mau gimana lagi, lo kan tau hoby gue cuma melamun"
"Alah lamunan lo tu gak ada habisnya ya, apaan sih yang lo pikirin, gak bosen apa? "
"Kamu itu kepo Prita! Udah aahh kita ke kelas yuk! "

-------------

"Ya elah, males banget gue ketemu lo, hahahaha"
"Surya!!!!!! Kamu kemana aja, tumben nongol di hadapan gue?? "
"Hahahaha nah kalo begimi ceritanya, kamu pasti kangen nih sama aku! ternyata ada juga yang kangen sama aku!
"Eehh.. gak usah ke GR-an deh jadi orang, siapa juga yang kangen lo, jijik gua! "
"huuhh"

Entah dari mana rasa bahagia ini muncul, yang jelas aku merasakan hidupku cerah kembali. Tanpa aku sadari kalau aku ternyata jatuh cinta pada Surya. Aku membagi kebahagiaanku ini pada sahabatku Prita. Prita sangat mendukung aku karena dia tau bahwa kami saling mencintai. Kini aku dan Surya hampir tiap hari selalu bersama. Berangkat bareng, istirahat bareng dan pulangpun bareng. Walaupun kami tak pernah bisa akur tapi aku bahagia. Kami menyembunyikan perasaan kami satu sama lain. Gengsi diantara kami begitu besar.

***


Sekolahku akan mengadakan kemah Pramuka di luar kota. Aku, Prita dan Surya terpilih untuk mengikuti kemah tersebut untuk mewakili sekolahku. Bukan hanya sekedar kemah biasa tapi ini adalah sebuah perlombaan yang di ikuti oleh sekolah-sekolah lainnya. Berbagai persiapan kami lakukan di sekolah, hingga akhirnya aku jatuh sakit Karena terlalu capek. Aku terlalu memporsir tenagaku untuk kegiatan itu. Akhirnya orang tuaku tak mengizinkanku untuk ikut kemah tersebut. 
Aku sedih karena aku tak bisa ikut kemah, selain itu hal yang paling membuatku sedih yaitu aku tak bisa ketemu surya selama sepuluh hari.

dingdong... 
Prita datang menjengukku dan membawa sebuah surat dari Surya, karena memang di zamanku Handphone belum begitu menjamur.

"iiihh kamu ngapain sih sakit? makanya jaga kondisi dong, kan gue jadi kangen gak bisa ejek lo, hehee... cepet sembuh ya Meira, ingat jaga kondisi, inget minum obat, inget makan, tunggu aku di sekolah.. janji??

Surya...

Pertama kali aku merasakan perhatian Surya, walaupun sederhana tapi bagiku penuh dengan makna. 
Selang dua hari, kondisiku mulai membaik. Namun, ayahku membawa kabar buruk bagiku. Ayahku dipindah tugaskan keluar kota, dan aku harus ikut ayah pindah ke sana. Sungguh perkataan ayah merobek-robek hatiku! Ingin rasanya aku teriak sekencang-kencangnya! Aku mengurung diriku dikamar, ayah dan ibu berusaha menenangkan aku. Ini adalah takdir yang harus aku lalui. Aku tak menyangka bahwa hari itu adalah pertemuan terahirku dengan Surya. Aku kehilangan segalanya, sahabatku Prita dan cintaku Surya. 
Aku bingung, bagaimana cara aku mengabari Surya tentang ini dan sahabatku Prita. Seharusnya aku senang mendengar kabar dari ayahku karena di sekolah yang baru aku akan kembali berkumpul dengan teman-teman lamaku tapi hati ini tak dapat berbohong, aku tak sanggup menjalani semua ini.

***


Setahun sudah perpisahanku dengan Surya. Kisah cintaku tak sempat kusampaikan pada Surya begitu sebaliknya. Aku mendengar dari sahabatku Prita, bahwa setelah dia tau aku pindah sekolah, Surya selalu murung di kelas. Surya tak seceria dulu. sebenarnya aku sedih mendengarnya, tapi ini adalah jalan yang harus di lalui, aku percaya jika dia memang jodohku, suatu saat tuhan akan mempertemukanku di lain hari. 
Dan aku sekarang lebih sering menghabiskan waktuku untuk duduk di tepi pantai, menikmati senja yang begitu indah. Karena dengan cara ini aku bisa sedikit mengurangi rasa rinduku padanya. 
Aku selalu berharap, bahwa suatu saat aku akan bertemu dengannya lagi, tapi itu hanya sebuah ilusi belaka. Tak seperti senja yang kehadirannya selalu bisa di nanti, tapi Surya? hhm.. mungkin hanya sebuah mimpi. 

"Meira, kamu penghianat!"

suara yang tak asing lagi di telingaku,apakah aku bermimpi? benar saja itu adalah suara Surya.

"Surya!!!! "

"Kamu tega ninggalin aku, kamu jahat! aku benci kamu Meira"
"Surya maafin aku, aku tak bermaksud apa-apa! "
"Kamu tega membiarkan aku mencarimu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, kamu jahat Meira!"
"Aku minta maaf surya!"

karena yang aku tau saat itu hanyalah kata maaf, Hati Surya terlalu sakit, hingga sulit untuk memaafkan aku.

Surya pergi meninggalkanku sendiri. Aku tak bisa menyalahkan Surya begitu saja, dan aku juga tak bisa menyalahkan keadaan. Semua ini adalah salahku, salahku yang tak pernah mau jujur dari awal bahwa aku juga mencintai Surya. Gengsi yang begitu besar kini membuat aku tersiksa dalam batin. 
Ternyata kisah cintaku tak semanis madu dan aku sadar bahwa cinta tak harus memiliki, walaupun tak sempat aku ungkapkan rasa ini pada Surya tapi setidaknya aku bahagia melihat dia bahagia. Hidup itu tak hanya tentang indahnya saja tapi hidup itu adalah sebuah cobaan yang harus di lalui menuju kedewasaan hidup. 


*****


terahir kali aku mendengar bahwa Surya telah menikah dengan sahabatku. Ini adalah kisah cinta di masa lampau. 


The end



Cerita ini aku persembahkan untuk seseorang yang selalu ada saat suka maupun duka. Dialah orang yang selalu menginspirasiku…

Orang yang selalu mengerti akan semua cerita keluh kesahku…

 


Cinta Tak Burujung

Namaku Dea, aku kini tengah menempuh pendidikan di salah satu SMK Swasta di kotaku, aku tinggal bersama orang tuaku. Aku termasuk anak yang baik dan pintar di sekolahku, selain itu aku juga termasuk anak yang cantik dan manis, gitu sih kata teman-temanku. Aku mempunyai seorang sahabat yang bernama Rani, aku sudah bersahabat sejak aku duduk di bangku SMP. Rani adalah sosok sahabat yang baik, dia selalu mau mendengarkan keluh kesahku apalagi kalau urusan dengan cowok luar biasa responnya, yahh… begitulah sahabatku.

Hari itu kedua bola mata ku masih menatap hujan dari jendela kelasku, yang memang kini giliran saat musim hujan beraksi, setelah musim panas yang berlalu dengan sendirinya. Entah apa yang ada di pikiranku sekarang, entah apa yang menghalangi pendengaranku, aku terkejut ketika sahabatku memanggilku.

“Dea.. De…Deaaaa!”

“Hah? Eh iyaaa? Kenapa?” sahutku setelah Rani memanggilku bekali-kali.

“Lo kenapa?” Tanya Rani memastikan.

“Gak kok, gua fine-fine aja hehehe.” jelasku seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kantin yuk!” ajak Rani mengalihkan topik pembicaraan seolah tidak peduli denganku.

“Gak aah, gua lagi males.” jawabku dengan ekspresi datar

“Ya udah, gua cabut dulu ya.” jawab Rani kemudian yang seakan sudah tau tentang apa yang terjadi dengan sahabatnya dan sekaligus mengakhiri pembicaraan.

Rani mulai menginggalkan ruang kelas karena sudah waktunya istirahat. Sementara itu, Dea, melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat tertunda. Matanya kembali tertuju pada hujan yang masih juga turun dengan derasnya. melihat hujan yang seakan juga sedang melihatku. Memperhatikan setiap langkah kilatnya, berharap sang hujan mengetahui arah tujuan hatiku juga mendengar raungan hatiku. menyaksikannya dengan penuh kepekaan, seolah hujan itu mengerti tentang apa yang aku rasakan dan mengetahui persis tentang apa yang terjadi pada diriku. Suara gemuruh sebagai ciri khas pembawaannya, seolah sedang berbisik dengan batinku. Meski lalu lalang anak-anak yang mulai bertebaran menghalangi pemandnagan yang sedang asik aku tonton, aku tak peduli. Sampai pada akhirnya bel pun menyadarkanku dari lamunan itu sekaligus sebagai tanda bahwa jam istirahat telah usai.

Selang beberapa  menit kemudian, Ibu Vega, guru piket pada hari selasa datang memberikan tugas mencatat. Beliau menyampaikan, bahwa Ibu Yesi, guru matematika tidak bisa mengajar karena beliau sedang sakit. Tentu hal ini menjadi kabar gembira bagi anak-anak yang tidak menyukai pelajaran matematika.

“Dea, gua duduk di sini ya?” suara sosok yang selama ini ada dalam pikiranku, kini terlintas jelas dalam otakku bahkan dalam jangkauan pengelihatanku, sebut saja Ari.

“Oh iya, duduk aja”. sahutku dengan nada yang masih terasa kaget dan terkesan agak salting gitu.

“Eh, Dea temen sebangku lo kemana?” sambung ari kemudian membuka pembicaraan.

“Hah, Eh siapa? Fika? Hmm… gua kurang tau, Ri.” sahutku ngasal. Padahal sebenarnya aku tahu alasan temanku Fika tidak masuk kerena sedang ada acara nikahan kluarganya.

“Lo kenapa, Dea? kok kayak orang gugup gitu? Lo sakit? Apa lagi ada masalah?”  kata Ari yang sontak membuat aku shock dan terlebih GR.

“Eh gak kok, Ri. Sorry, gua lagi gak konsen nih.” jawabku.

“Oh ya udah, lo kalo ada masalah cerita aja ke gua, siapa tau gua bisa bantu.” kata Ari dengan memberikan setitik senyum maut di wajahnya itu dan ini membuatku menaruh harapan lebih ke Ari.



“hmmm… Thanks, Ri!” jawabku singkat. Mulutku seolah terkunci, blank! sampai aku tak tau apa yang harus aku sampaikan lagi. Detak jantungku beroprasi lebih cepat dari biasanya.  

Jam pelajaranpun telah berakhir. Aku dan Rani berjalan bersamaan tiba-tiba Ari lewat di depanku sambil tersenyum padaku sontak aku terkaget dan salting. Rani pun heran melihat tingkahku dan akupun menceritakan semuanya kepada Rani bahwa selama ini aku memendam rasa kepada Ari.

Hari demi hari telah berjalan, aku masih memendam rasa itu terhadap Ari, aku berpikir bahwa mungkin aku akan menjadi penggemar rahasia Ari. hari-hariku lewati penuh dengan lamunan dan hayalan.

“Dea?” suara itu terdengar lagi ditelingaku, aku bener-benar kaget melihat sosok Ari di hadapanku.

“Hah? ehh iya, Ari, ada apa?” jawabku dengan gugup

“Gua boleh duduk di sini?” kata Ari sambil tersenyum kepadaku

“iii..iiya boleh” jawabku dengan sangat gugup. Ari memegang tanganku itu membuat seketika tangaku menjadi dingin, tubuhku penuh keringetan dan detak jantungku berpacu sangat cepat. Pikiranku kacau entah apa yang aku rasakan saat itu, benar-benar blank! rasanya mau pingsan begitu saja.

“Dea, gua gak tau harus bilang apa ke lo, yang gua tau pikiran gua penuh dibayang-bayangi dengan sosok lo Dea, mungkin ini yang namanya cinta…setelah gua pikirkan lagi ternyata gua jautuh cinta sama elo, Dea” ungkap Ari dengan tatapan tajam ke mataku.

Sumpah badanku benar-benar terasa kaku, dan mulutku tak mampu mengucapkan sepatah katapun, aku tak percaya kalau Ari mengatakan hal ini padaku, sampai aku bertanya-tanya pada diriku apakah ini mimpi? Dan benar saja ini adalah kenyataan yang sedang aku hadapi, hal yang salama ini aku tunggu-tunggu terjadi.

“yaaa Tuhan apa yang harus aku katakan?” gumanku dalam hati dan ari melanjutkan pembicraannya.

“Dea, gua tau lo pasti bingung kan, lo pasti kaget kan? Gua juga lebih bingung dengan perasaan gua, semakin hari semakin besar rasa cinta gua ke elo, Dea. Gua bener-bener jatuh cinta ke elo. Lo mau kan jadi pacar gua?” kata Ari sambil menatap mata gua dengan penuh harapan.

 “iii..ii.. iiya..iya Ari” kataku reflex dari mulutku karena aku tidak tau lagi harus mengatakan apa, dipikiranku hanya ada kata iya. 

Sejak saat itu kita telah resmi pacaran. Hari itu mungkin adalah hari yang sangat bersejarah bagi kami. Kami pun pulang bersama-sama, dalam perjalanan pulang banyak hal yang kami ceritakan berdua dan kami sepakat bahwa hubungan ini kami jalani secara diam-diam. Tidak ada satupun teman-temanku yang mengetahui hal ini kecuali sahabatku sendiri, Rani.

Hari demi hari telah kami lewati bersama, suka maupun duka telah kami lewati bersama. Aku sangat bahagia ibarat sebuah taman bunga yang bunganya telah mekar semua begitulah yang aku rasakan saat itu, penuh dengan warna kehidupan.

Aku pernah bermimpi bahwa Ari akan meninggalkan aku, di mimpi itu terlihat jelas bahwa Ari sedang bersama seorang wanita lain, tapi aku yakin bahwa Ari tidak akan pernah meninggalkanku karna kami tekah berjanji bahwa kami akan saling menjaga dan saling percaya satu sama lain.

Hingga akhirnya tahun ajaran baru telah tiba, aku dan Ari merupakan salah satu anggota Osis kami menjalakan tugas kami sebagai seorang osis yaitu menjadi pendamping saat masa orientasi siswa atau orang sring menyebutnya dengan bahasa keren yaitu MOS. Saat itu ada salah satu adik kelasku, Ratna begitu sapaanya. Dia adalah adik kelas yang dekat denganku itupun awalnya gara-gara aku sering membantu dia, cuma hal kecil sih hanya sekedar sering mengantar ke kantin. Diantara osis aku sih rasanya yang paling baik, semenjak saat itu kami dekat dan saling tukaran nomor telepon, kami sering chat, sering bareng dan sebagainya.

 “Kak, sini deh, Ratna mau cerita sama kakak” kata Ratna dengan muka yang bergembira seperti sedang dimabuk cinta.

“Kenapa, dik?” jawabku bertanya-tanya

“Kak, adik mau bilang sesuatu sama kakak, tapi kakak janji ya jangan bilang ke siapa-siapa?” kata ratna dengan sangat semangat

“Iya, dik ceritakan saja sama kakak, siapa tau setelah mendengar adik cerita kakak bisa ikut merasakan kebahagiaan adik” kataku dengan penuh rasa penasaran

“Kak Ari itu ganteng ya, Kak?” kata Ari dengan muka manja

“Haaahhh…????” kataku kaget

“iiihh… kakak kenapa sih kok kaget gitu? Kakak gak kenapa-kenapa kan?”

“ee… ee.. enggak dik, kakak gak kenapa-kenapa?” kataku dengan sangat lemas dan saat itu sahabatku Rani mengelus-elus pundakku.

“Kak, adik mau jujur, sejak pertama kali bertemu adik jatuh cinta sama kak Ari, serius kak, entah karna apa tapi itu yang adik rasain kak, adik udah gak kuat nahan rasa ini kak, kakak setuju kan kalau adik jadian sama kak Ari?” kata Ratna dengan penuh harapan, berharap dia mendapatkan jawaban dariku.

Aku terdiam, aku sangat kaget dengan kata-kata itu, aku tidak bisa berpikir sama sekali, yang aku tau hatiku sangat rapuh saat itu, jujur aku sangat cemburu, ingin rasanya saat itu aku katakan pada Ratna bahwa akulah pacarnya Ari tapi aku tidak mau menyakti perasaan Ratna yang saat itu aku lihat wajahnya sangat bahagia, dan di matanya aku melihat cinta yang tulus terpancar dari bola matanya. Aku menyadari ini salahku, salahku yang tidak mau jujur dari awal kepada semua teman-temanku termasuk ratna bahwa akulah pacarnya Ari, wajar Ratna tidak mengetahui hal itu.

“Kak, kok diem sih?” Tanya Ratna heran

“Enggak, dik kakak seneng kok adik bisa jadian sama kak Ari, semoga adik cepet jadian ya” kataku dengan sangat terpaksa padahal hatiku saat itu sedang hancur berkeping-keping.

“iya kak maksi ya doanya, dan adik yakin kalau adik akan segera bisa jadian, segera mungkin adik akan ungkapkan hal ini ke kak Ari” sambung Ratna dengan penuh keyakinan.

Rani mengalihkan pembicaraanku saat itu, karna dia tau dan paham betul dengan apa yang aku rasakan saat itu. Tak kuasa air mataku menetes karna rasa cintaku kepada Ari terlalu besar, aku tak sanggup mendengar kenyataan itu dan aku tak sanggup kehilangan Ari. Saat itu Ari melihatku menangis tapi dia tidak menghampiri ku karna saat itu Ari sedang sibuk mempersiapkan lomba karna Ari akan mengikuti sebuah perlombaan. Aku benar-benar rapuh saat itu, Rani sahabatku, terus memberiku semangat dan dia berusaha menghentikan tangisku tapi tak bisa karna yang aku rasakan benar-benar membuat hatiku hancur.

Bel pulangpun berbunyi, semua anak-anak berhamburan pulang, aku dan Rani berjalan menuju gerbang sekolah, Ari menghampiriku saat itu dan memegang tanganku, refleks aku melepaskannya karna aku tak mau ada mengetahuinya tertama Ratna.

“Dea, lo kenapa? Gua ngeliat lo nangis tadi, gua khawatir sama elo” dengan muka yang penuh dengan tanya.

“Gua enggak kenapa-kenapa, Ari tadi kepalaku cuma sakit doang kok, gak usah khawatir aku baik-baik saja. Udah kamu pulang gih, kan besok mau lomba” kataku pada Ari berusaha menyembunyikan segalanya dari Ari dan kemudian pergi meninggalkan Ari begitu saja. Dia berusaha mengejarku tapi aku berusaha meyakinkannya bahwa aku sedang baik-baik saja.

Aku tau Ari sangat menyayangiku, dia sangat khawatir dengan keadaanku, tapi aku belum siap mengatakan hal itu pada Ari terlebih aku tak ingin menyakiti perasaan Ratna. Sejak saat itu aku mulai menghindari Ari walaupun sebenarnya aku sangat sakit dan tak kuat menghadapi ini setiap hari apalgi Ari teman sekelasku namun aku tak punya pilihan lain lagi. Aku mulai kembali pada lamunanku, karna itulah hal yang sangat mengasikkan bagiku. Dengan cara itu aku bisa mulai melupakan semua msalah yang sedang terjadi. Tentu hal itu membuat sahabatku sangat khawatir dengan keadaanku yang sekarang terlebih Ari yang setiap hari selalu bertanya aku kenapa. Jujur sebenarnya aku tak sanggup berbuat ini pada Ari tapi inilah jalan satu-satunya agar aku bisa membahagiakan Ratna.

“Dea, gua gak sanggup ngeliat lo kayk gini, kenapa lo gak mau jujur ke Ratna bahwa lo itu pacarnya, mau sampai kapan lo menyakiti diri lo, jujur gua gak tega ngeliat lo seperti ini dan gua juga kasian ngeliat Ari yang setiap hari bersedih ngeliat lo kayak gini” kata Rani yang saat itu paham betul dengan perasan ku.

Aku cuma terdiam karna aku tak ingin mengeluarkan sepatah katapun. Aku membayangkan bagaimana nanti ketika aku tak bersama Ari lagi, apakah aku sanggup menjalani hal ini sendiri dan aku akan kembali pada hobiku yang dulu yaitu menghayalkan hal-hal yang tak pasti. Saat itu juga aku membuat keputusan, keputusan yang sangat berat dalam hidupku. Malam itu aku mengajak Ari pergi ke sebuah rumah makan tentunya dia sangat senang, namun dia tak tau akan hal yang sebenarnya ingin aku katakana.

“Tumben lo ngajakin gua ke tempat ini, gua seneng banget, Dea” sambil memegang tanganku dan terpancar jelas dimukanya penuh dengan kebahagiaan.

“Sebenarnya ada hal penting yang ingin gua sampein ke lo, gua…gua.. gua mau putus!” dengan berat hati aku menyampaikan hal itu.

“Apa?????” jawab Ari kaget

“Iya gua mau putus, gua harap lo ngerti dengan keputusan gua, gua terpsaksa ngelakuin hal ini”

“Tapi kenapa, Dea kenapa?” kata Ari dengan penuh tanya

 “Maaf Ari gua terpaksa, gua gak mau nyakitin, Ratna” jelasku dan air mataku mulai menetes karna tak kuasa menahan rasa sakit yang aku rasa, jujur aku tak sanggup untuk mengatakan hal itu.

“Apa maksud lo?” tanya Ari dengan memegang tanganku semakin erat

“Ratna mencintai elo dan cintanya ke elo sangat tulus, jujur gua sangat cemburu tapi gua gak mau nyakitin perasan dia, lo akan sangat beruntung mendapatkan wanita yang lebih bisa membahagiakan lo. Ari Gua mohon jangan sakitin Ratna, gua udah anggap dia seperti adik kandung gua, jika lo nyakitin Ratna maka lo sama saja seperti nyakitin gua” jelasku dengan tegar

“Tapi Dea, gua enggak cinta ke dia, cinta gua hanya ke elo dan…”

“Ssttt…gua harap elo ngerti Ri, tolong lo bahagiakan dia, ini salah gua yang enggk pernah ngizinin elo buat mengakui gua sebagai pacar lo salama ini ke temen-temen. Wajar dia mencintai lo Ri, karna yang dia tau lo bukan milik siapa-siapa. Gua harap lo ngerti dengan keputusan gua.” jelasku dengan berusaha meyakinkam hati Ari.

Tentu hal itu membuat Ari semakin tidak terima dengan perkataanku, refleks dia memeluk aku dengan erat. Jujur aku seneng sekali dan aku merasa sangat nyaman dipelukannya, aku bisa merasakan setiap hembusan nafasnya dan detak jantungnya. Rasanya tak ingin aku melepaskan pelukan itu tapi aku terpaksa harus melepaskan tangan Ari.

“Ari, gua yakin lo pasti bisa tanpa gua, dan gua mau elo bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki Ari, Ratna lebih mencintai elo” jelasku kembali tapi aku melihat pada mata Ari yang mulai berkaca-kaca.

“Dea, lo egois, gua gak cinta sama Ratna, kita bisa jelasin sama-sama ke dia” kata Ari sambil memohon-mohon kepadaku

“Enggk Ri, enggak gua gak mau nyakitin Ratna, berapa kali gua harus jelasin ke elo. Sekarang terserah elo mau bilang gua egois, karna mulai hari ini kita sudah tidak ada hubungan apa-apa. Maaf!” jelasku kembali dan pergi ninggalin Ari

“Dea… dea… dea…!”

Sejak kejadian itu Ari bukanlah siapa-siapa aku lagi dan aku mulai kesepian lagi hanya Ranilah satu-satunya temanku yang selalu setia menemaiku. Aku sadar mungkin aku adalah orang yang paling jahat yang pernah Ari kenal, tapi setidaknya aku bahagia karna bisa membuat orang lain bahagia walaupun aku harus mengorbankan cintaku. Terahir aku mendengar bahwa sampai saat ini Ari masih sangat mencintaiku, begitu juga aku tapi aku sudah cukup bahagia. Karna bagiku bahagia itu sederhana, tak harus memiliki cukup dengan melihat dia bahagia maka aku bisa tersenyum. Karna aku tau bahwa cinta itu tak harus memiliki, tetapi kita paham atas apa yang sedang terjadi karena cinta. Mencintaimu ibarat mawar berduri, indah tetapi sulit untuk aku miliki.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best) “Bob Talbert”

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimp...